JEMBER — Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan pengalaman uniknya saat maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2009 dalam sebuah artikel di kumparan.com berjudul “Cerita SBY di Pilpres 2009: Urusan Saya dengan Rakyat, TNI-Polri Tetap Netral.”
SBY menggarisbawahi betapa pentingnya menjaga netralitas TNI-Polri dalam setiap pesta demokrasi, bahkan ketika ia sendiri menjadi calon petahana.
“Saat itu saya berbicara pada jenderal, laksamana, dan marsekal TNI-Polri, intelijen. Saya bilang begini, ‘Anda TNI-Polri harus netral meskipun saya nyapres lagi. Itu bukan urusan kalian, itu urusan saya dengan rakyat’,” jelas SBY ketika bertemu dengan tokoh dan warga Jember, Jawa Timur.
Namun, cerita ini berada dalam kontrast dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2024. Jokowi, meski awalnya gencar mengklaim netralitasnya pada Oktober lalu, mengalami perubahan sikap seiring dengan ditetapkannya putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres pendamping capres usungan Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto. Meskipun Jokowi terus menyatakan netralitasnya, tindakan dan pernyataannya belakangan ini menimbulkan keraguan.
Ahmad Muzani, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Gibran, mengutarakan bahwa sikap Prabowo dan Gibran sangat terbuka terhadap partisipasi Jokowi dalam berkampanye.
“Kami menyerahkan sepenuhnya hak itu kepada Presiden Joko Widodo. Jika beliau akan berkampanye, kami akan dengan sangat bergembira dan senang sekali. Tapi jika beliau akan tetap seperti ini, tidak berkampanye, kami menghormati dan kami juga percaya diri bahwa Prabowo Gibran bisa menang satu putaran,” ujar Ahmad Muzani.
Menanggapi pernyataan tersebut, Jokowi menyatakan bahwa seorang Presiden memiliki hak untuk memihak dan berkampanye dalam pemilu. Namun, ia menekankan pentingnya menghindari penyalahgunaan fasilitas negara.
Pernyataan ini disampaikan setelah Jokowi menyerahkan pesawat tempur ke TNI bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Rabu, 24 Januari 2024.
Kontroversi seputar netralitas pejabat negara dalam Pilpres 2024 terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, menciptakan pertanyaan tentang sejauh mana prinsip demokrasi dan keadilan terjaga dalam proses pemilihan kepemimpinan di Indonesia.